Advertisement
Marak Kejahatan Oleh Remaja, Reformasi Dinilai Gagal Mendidik Anak Bangsafoto Presiden Dan Ibu Tien Soeharto Bersama Murid Sekolah Dasar
Soeara Rakjat, Indonesia. Belakangan ini, publik di kejutkan oleh kasus asusila di sertai pembunuhan yang di lakukan oleh para remaja, yang diantaranya berusia belasan tahun. Rakyat pun bertanya-tanya, ada apa dengan bangsa Indonesia ?
Bangsa kita memang kini telah berubah secara drastis, banyak para remaja kita yang entah mengapa kini memiliki karakter 'jahat' dan brutal. Sesuatu yang sepertinya sangat janggal dan langka, terutama bagi kita yang merasakan masa-masa remaja di tahun 70, 80 hingga 1990 an.
Remaja masa kini boleh saja bangga dengan pesatnya kemajuan zaman. Era digital telah membawa manusia dalam lompatan besar sejarah, dan membuat remaja masa kini jauh lebih moderen daripada remaja-remaja beberapa puluh tahun sebelumnya.
Namun remaja di era 70, 80 dan 1990 an, juga patut berbangga, karena mereka juga di sebut-sebut sebagai generasi emas bangsa Indonesia. Di era Orde Baru, Indonesia masih di pandang sebaga salah satu kekuatan utama di kawasan Asia.
Lalu apa yang membuat banyak remaja di masa kini begitu gampang melakukan tindak kejahatan yang tergolong sangat sadis ? Tentunya itulah yang menjadi pertanyaan kita semua dan seluruh rakyat Indonesia.
Kita pun hampir tak percaya jika kasus asusila di sertai pembunuhan sadis ini di lakukan oleh anak remaja yang di antaranya berusia belasan tahun. Mungkinkah bangsa Indonesia kini telah gagal dalam mendidik generasi-generasi mudanya ?
Pertanyaan seperti itu akan terasa wajar jika melihat kondisi saat ini, kasus pem3rk*saan massal, kasus gagang pacul dan kasus bambu runcing, adalah cermin dari semuanya. Kasus-kasus pem3rk*saan yang di sertai pembunuhan tersebut di pandang sangat sadis, bahkan oleh dunia Internasional.
Banyak masyarakat yang kini mulai mempertanyakan dunia pendidikan kita. Namun tak bisa di pungkiri bahwa dunia pendidikan kita kini telah berubah, para guru atau tenaga pengajar tak bisa lagi 'mengontrol' karakter dan mental anak didiknya secara langsung.
Para guru kini hanya bertugas mengajarkan mata pelajaran tanpa perlu turut membentuk karakter dan mental para muridnya. Para guru saat ini bisa di pidanakan, dan di nilai melanggar 'Hak Asasi Manusia' jika melampaui kewenangannya yang hanya sebagai penyampai mata pelajaran.
Tentu kita sudah tahu bahwa beberapa waktu yang lalu ada seorang guru yang ditahan pihak Kepolisian, gara-gara mencubit anak didiknya yang sangat mungkin berbuat salah. Para orang tua sepertinya telah lupa bagaimana susahnya mendidik dan mengajar anak-anak mereka.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi belajar mengajar di era Orde baru, atau beberapa puluh tahun yang lalu. Dahulu para guru memiliki kewenangan dan wibawa yang sangat besar di mata murid-muridnya. Guru bahkan di pandang lebih tinggi dari orang tuanya.
Hal itu tentu tak lepas dari kurikulum mata pelajaran yang ada saat itu. Saat itu, murid-murid tak hanya di jejali dengan pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Inggris, dan IPS. Para murid juga akan betul-betul di ajari karakter, moral dan budaya bangsa Indonesia.
Tak hanya di sekolah, bahkan pemerintah mengadakan Ekstra Kurikuler, penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, atau P4 salah satunya. Para murid yang beranjak ke usia remaja akan bergabung dengan masyarakat, kemudian di gembleng dengan pelajaran karakter dan moral bangsa yang Pancasilais.
Dengan program tersebut, remaja masa lalu relatif jauh lebih baik dalam sisi mental dan karakter. Remaja masa lalu memiliki sifat tenggang rasa yang lebih besar. Mereka lebih memiliki rasa patuh dan hormat kepada orang yang lebih dewasa, pada guru dan orang tuanya.
Namun sejak era Reformasi bergulir, pelajaran-pelajaran tersebut telah di hapus. Banyak pihak yang menilai bahwa pelajaran tersebut adalah Doktrin dari Orde Baru. Padahal jika di bandingkan dengan remaja saat ini, remaja di era Orde Baru memiliki karakter, mental dan moral yang sedikit lebih baik.
Kenakalan remaja memang sudah ada sejak dahulu kala, namun kini kenakalan tersebut sepertinya sudah bergeser ke tindak kriminal. Remaja masa kini pun sudah tak lagi menghormati orang yang lebih tua atau dewasa, bahkan mereka juga tak hormat pada guru dan orang tuanya.
Saat ini, banyak pihak yang mendorong agar pelajaran moral dan karakter bangsa kembali di galakan seperti dahulu kala. Sepertinya ilmu saja memang tidak cukup untuk membentuk karakter remaja kita agar lebih baik dari saat ini.
Euforia era Reformasi juga sepertinya turut berperan dalam membentuk karakter remaja masa kini. Reformasi telah membentuk remaja kita menjadi Alay, dan tak lagi mengenal karakter dan budaya bangsa Indonesia.
http://www.sorak.in/2016/05/marak-kejahatan-oleh-remaja-reformasi.html?m=1
0 komentar:
Posting Komentar